Selain Ki Hajar, Ini Dua Tokoh Pendidikan yang Berperan Memajukan Bangsa




GHIRAHBELAJAR.COM - Setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional atau yang kerap kita sebut Hardiknas. Hardiknas berbarengan dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara yang merupakan tokoh pendidikan yang juga pendiri Taman Siswa. Nah, maka tak heran ketika Hardiknas tiba, bertebaran foto dan meme Ki Hajar Dewantara yang dibubuhi slogan "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani". Tut wuri handayani kemudian menjadi frasa yang digunakan pada logo sekolah negeri.

Meski bisa dikatakan yang paling populer dan jamak diketahui masyarakat adalah Ki Hajar Dewantara, bukan berarti tak ada tokoh pendidikan lainnya yang berperan memajukan bangsa di bidang pendidikan. Nah, inilah yang mesti kawan Ghirah Belajar tahu dan sebarkan. Di sini, Ghirah Belajar bakal memberitahu dua tokoh pendidikan di Indonesia selain Ki Hajar Dewantara dan bagaimana kiprahnya membangun pendidikan. Mari kita bahas:

1. KH Ahmad Dahlan

Pertama, Kyai Haji Ahmad Dahlan atau nama kecilnya Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923) merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Darwis adalah putra keempat dari tujuh bersaudara di keluarga KH Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan. Ibunya adalah putri dari H Ibrahim, seorang penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Pada usia 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Darwis mulai berinteraksi dengan pemikir pembaharu Islam, seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, Rasyid Ridha, juga Ibnu Taimiyah. Nama Ahmad Dahlan ia dapatkan setelah selesai melaksanakan ibadah hajinya. Ia pun kembali ke kampung pada 1888. Pada 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan berguru kepada Syekh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH Hasyim Asyari. Pada 18 November 1912, Ahmda Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Kampung Kauman, Yogyakarta.

Ahmad Dahlan bisa juga disebut sebagai pelopor pendidikan modern di Indonesia. Muhammadiyah yang didirikannya merupakan organisasi sosial yang juga bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan kesehatan. Di bidang pendidikan, kisah yang sangat populer adalah ketika KH Ahmad Dahlan membuat sekolah dengan menggunakan meja dan kursi yang pada masa itu dianggap “mengikuti” kaum Belanda dan kafir. Dalam hal pendidikan, pemikiran KH Ahmad Dahlan begitu terbuka terhadap kemajuan. Tokoh yang memiliki selogan "jadilah guru sekaligus mudir" ini juga sempat mengajar ilmu agama di Kweekschool, sekolah milik pemerintah kolonial Belanda. Kini, Muhammadiyah telah melintasi satu abad lebih dan telah memiliki lembaga pendidikan lebih dari 10.000, yang terdiri atas TK, SD, SMP, SMA, Pesantren, dan perguruan tinggi.


2. Dewi Sartika

Dewi Sartika lahir di keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara. Ayah dan ibunyalah yang bersikukuh melawan adat untuk menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda. Dewi Sartika juga sempat diasuh oleh pamannya (kakah ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka, setelah ayahnya wafat. Di sana, ia mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda. Wawasan kebudayaan Barat didapatkannya dari Asisten Residen berkebangsaan Belanda.

Dewi Sartika merintis pendidikan bagi kaum perempuan pada 1902. Ia mengajar para perempuan untuk membaca, menjahit, menulis, memasak, dan sebagainya di sebuah ruangan kecil di belakang rumah ibunya di Bandung. Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Dalam mengajar, Dewi Sartika dibantu dua saudara sepupunya, Ny Poerwa dan Nyi Oewid. Murid-murid angkatan pertama Sakola Istri ada 20 orang.

Beberapa tahun setelahnya, di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, yang dikelola perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita sama dengan Dewi Sartika. Pada 1912, sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten. Memasuki usia kesepuluh, 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakolah Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Pada September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun dan berganti nama menjadi Sakola Raden Déwi. Atas jasanya terhadap pendidikan perempuan, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.

***
Nah, itulah tadi dua tokoh yang berperan memajukan pendidikan Indonesia selain Ki Hajar Dewantara. Selain mereka adalah penggerak di bidangnya masing-masing, tokoh-tokoh ini merupakan tonggak awal bagi pendidikan Indonesia yang kita rasakan hari ini. Semoga informasi ini bermanfaat ya. Jangan lupa terus hidupkan ghirah belajarmu. Salam hangat. Terima Kasih.

Posting Komentar

0 Komentar