GHIRAHBELAJAR.COM, BADAN Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (BAN-PDM) telah menggulirkan kebijakan baru dalam penilaian mutu satuan pendidikan. Penilaian mutu satuan pendidikan kini harus berbasis pada performa (performance base), tidak lagi hanya berdasarkan pemenuhan kebutuhan administrasi (compliance base).
Untuk mewujudkan kebijakan ini, BAN-PDM telah menuntaskan penyusunan instrumen akreditasi yang benar-benar berorientasi performa. Instrumen untuk menilai performa satuan pendidikan mulai pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga pendidikan dasar dan menengah (Dasmen) juga telah ditetapkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek).
Keputusan Mendikbud-Ristek Nomor 246/O/2024 tentang Instrumen Akreditasi PAUD dan Dasmen mengamanahkan satuan pendidikan dinilai dengan empat komponen. Empat komponen itu ialah kinerja pendidik, kepemimpinan kepala sekolah, iklim lingkungan belajar, dan hasil belajar. Penilaian berbasis performa satuan pendidikan dalam mewujudkan kualitas pelayanan pada empat komponen itu penting dilakukan agar hasil akreditasi lebih tepercaya.
Dengan cara itu status akreditasi benar-benar mencerminkan potret mutu satuan pendidikan. Jika satuan pendidikan memperoleh nilai akreditasi dengan status A, hal itu berarti menunjukkan kinerja lembaga memang berkategori unggulan. BAN-PDM juga penting memastikan satuan pendidikan PAUD dan Dasmen mengikuti akreditasi sebagaimana amanah konstitusi. Jika satuan pendidikan enggan mengikuti akreditasi, berarti lembaga itu tidak mau memberikan pertanggungjawaban terhadap proses penjaminan mutunya pada pemangku kepentingan (stakeholder). Padahal melalui mekanisme akreditasi dapat dipastikan bahwa satuan pendidikan telah menerapkan konsep penjaminan mutu yang berkelanjutan (continous improvement). Penjaminan mutu merupakan penetapan standar pengelolaan pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholder memperoleh kepuasan sesuai kebutuhan.
Pentingnya asesor berkualitas
Untuk memotret performa satuan pendidikan sehingga mencerminkan kondisi sesungguhnya, jelas membutuhkan asesor berkualitas. Ketepatan asesor memotret performa lembaga akan berdampak pada pemetaan mutu pendidikan nasional. Karena itulah, program peningkatan kompetensi asesor dalam kegiatan akreditasi menjadi sebuah keniscayaan. Termasuk dalam kaitan ini ialah keterampilan asesor menggunakan perangkat teknologi dan media sosial.
Keterampilan asesor dalam bidang tersebut sangat penting karena sebagian tahapan akreditasi dilakukan secara online. Untungnya sebagian besar asesor sudah terlatih melakukan akreditasi secara online. Era pandemi yang berlangsung nyaris tiga tahun sedikit banyak telah memberikan pengalaman berharga bagi asesor. Yang perlu ditingkatkan ialah keterampilan asesor dalam menggunakan berbagai metode penggalian data.
Beragam metode penggalian data, seperti dokumentasi, wawancara, dan observasi, harus digunakan silih berganti untuk memenuhi prinsip triangulasi. Dalam kaitan ini triangulasi bermakna metode menggabungkan data yang diperoleh asesor dari berbagai sumber. Termasuk sumber yang diperoleh secara manual maupun online. Bahkan, asesor masa kini juga penting menggunakan kecerdasan artifisial (artificial intelligence) untuk menggali dan menganalisis data.
Untuk melengkapi data, asesor juga dapat mengunjungi website resmi satuan pendidikan yang dinilai. Cara ini penting sebagai tambahan data untuk menggambarkan profil lembaga. Sebagian tahapan akreditasi yang dilakukan secara online juga meniscayakan satuan pendidikan mengisi instrumen penilaian pra-visitasi melalui sistem aplikasi yang sudah ditentukan. Dengan cara ini, satuan pendidikan terbebas dari keharusan menyertakan tumpukan berkas administrasi (paperless). Dengan demikian, akreditasi berbasis performa sejatinya juga dapat memangkas kebutuhan anggaran yang biasanya dikeluarkan satuan pendidikan.
Sebagai penjaminan mutu
Melalui mekanisme akreditasi satuan pendidikan negeri dan swasta, bahkan di perdesaan atau perkotaan, ada kesempatan yang sama untuk menunjukkan kinerja terbaik dalam proses penjaminan mutu. Hal itu berarti ada prinsip kesetaraan yang dikembangkan dalam proses akreditasi. Semua satuan pendidikan dinilai dengan menggunakan instrumen akreditasi yang sama sesuai tingkatan masing-masing.
Kebijakan akreditasi ini penting dipahami karena pada masa mendatang eksistensi semua lembaga pendidikan tidak boleh hanya bergantung pada pemerintah. Nasib lembaga pendidikan akan sangat bergantung pada penilaian stakeholder. Penilaian dalam hal ini terutama terkait mutu layanan pendidikan yang diberikan kepada masyarakat. Pada konteks itulah guru marketing dunia, Hermawan Kartajaya (2009), menegaskan bahwa stakeholder memiliki posisi penting dalam sistem pendidikan.
Satuan pendidikan yang tidak cerdas merespons kebutuhan pelanggan (customer) pasti akan ditinggalkan masyarakat. Jika kondisi ini terjadi, cepat atau lambat lembaga pendidikan pasti terpuruk, bahkan gulung tikar. Betapa banyak satuan pendidikan yang dulu besar dan mapan, akhirnya kehabisan siswa, kehilangan kepercayaan masyarakat. Sebaliknya ada satuan pendidikan yang sebelumnya biasa saja, mampu berubah menjadi besar dan mapan karena memperoleh kepercayaan masyarakat.
Untuk itulah, faktor kepuasan stakeholder dalam pelayanan mutu penting menjadi pertimbangan pengelola lembaga pendidikan. Substansi pengertian mutu jelas berkaitan dengan terpenuhinya standar pelayanan yang dijanjikan kepada stakeholder.
Pada konteks inilah akreditasi diharapkan menjadi mekanisme yang efektif untuk menilai performa satuan pendidikan dalam menerapkan budaya mutu sekaligus bentuk akuntabilitas pada publik. Karena itulah, setiap satuan pendidikan harus mengikuti proses akreditasi. Bukan sekedar untuk memastikan legalitas lembaga, melainkan juga performanya di hadapan stakeholder.
Sumber: Media Indonesia
0 Komentar